Minggu, 10 April 2011

Terima Kasih Ibu . . .

Saat usia setahun, ibu suapkan makanan dan memandikan kita. Cara kita mengucapkan terima kasih kepadanya hanya dengan menangis sepanjang malam.
Saat kita berusia 2 tahun, ibu mengajarkan kita bermain. Kita ucapkan terima kasih dengan lari sambil ketawa terkekeh-kekeh apabila dipanggil.
Ketika berusia 3 tahun, ibu menyediakan makanan dengan penuh kasih sayang. Kita ucapkan dengan menumpahkan makanan.
Setelah berusia 4-5 tahun, ibu membelikan sekotak pensil warna dan pakaian. Kita ucapkan terima kasih dengan mencoret-coret dinding dan berguml di tempat yang kotor.
Ketika berusia 6 tahun ibu membimbing tangan kita ke SD. Kita ucapkan terima kasih dengan menjerit : “tidak mau! Tidak mau”.
Ketika berusia 7 tahun, ibu belikan sebuah bola. Kita ucapkan terima kasih dengan memecahkan kaca rumah.
Menjelang usia 8 tahun, ibu belikan es krim. Kita ucapkan terima kasih dengan mengotorkan pakaian ibu.
Setelah berusia 9 tahun, ibu mengantarkan ke sekolah. Kita ucapkan terima kasih kepadanya dengan membolos sekolah.
Usia 10-11 tahun, ibu menghabiskan waktu sehari suntuk menemani kita kemana saja. Kita ucapkan terima kasih dengan lebih asyik bermain dengan teman-teman.
Genap usia 12 tahun, ibu menyuruh kita mengerjakan PR sekolah. Kita ucapkan terima kasih dengan lebih senang menonton televisi dari pada belajar.
Menjelas usia 15 tahun, ibu suruh pakai pakaian menutup aurot. Kita ucapkan terima kasih kepadanya dengan memberitahu bahwa pakaian itu tidak sesuai dengan zaman sekarang.
Ketiaka usia 18 tahun, ibu menangis gembira ketika tahu kita diterima masuk di universitas. Kita ucapkan terima kasih dengan berpesta dengan teman-teman.
Menjelang 20 tahun, ibu bertanya apakah kita punya teman istimewa?. Kita malah berkata : “itu bukan urusan ibu”.
Ketika berusia 25 tahun, ibu bersusah payah menanggung pernikahan kita. Ibu menangis dan memberi tahu betapa dia sangat menyayangi kita, tetapi kita ucapkan terima kasih kepadanya dengan berpindah jauh darinya dan jarang berkunjung.
Ketika usia 30 tahun, ibu menelpon memberi nasehat mengenai cara menjaga dan merawat anak. Kita dengan megah berkata: “itu cara dulu, sekarang zaman modern”.
40 tahun, ibu menelpon mengingatkan mengenai acara kumpul keluarga di kampung. Kita malah berkata: “kami sibuk, tak ada waktu untuk pulang”.
Menjelang usia kita yang ke-50 tahun, ibu jatuh sakit dan meminta kita menjaganya. Namun, kita bercerita mengenai kesibukan dan berbagai kisah ibu-bapak yang menjadi beban bagi anak di usia senja.
Dan kemudian suatu hari, kita mendapat berita ibu meninggal. Kabar itu mengejutkan bagaikan petir. Dalam lelehan air mata, barulah kita sadar segala perbuatan kita terhadap ibu muncul dalam ingatan satu persatu. Saat itulah datang penyesalan yang menyesakkan.

Dikutip dari : mediaummat edisi 104, Januari 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar